Saturday, February 16, 2002

Saat ini kududuk sendiri di dalam kamar yang mulai rapuh, serapuh hatiku yang ada.
Rintik hujan yang turun seakan
menimbulkan irama tersendiri bagi diriku.
Perlahan ku pejamkan mata, berharap semoga ketenangan kan datang
menyapa kesepianku. Namun semakin ku coba...
bayangmu justru semakin kuat menggerogoti setiap ruang dalam
hayalku.
Lalu kucoba menyapa rembulan yang perlahan muncul dari balik awan menghitam,
kulukis sebuah potret beku diantara
seribu kebisuan malam ini, dan ku telusuri tiap tirai masa lalu yang kelam,
membukanya lembar demi lembar, dan bahkan menguaknya hingga semuanya kembali terpampang jelas
di ruang mataku.
kasih...mungkin terlalu naif jika kukatakan bahwa segala yang terjadi selama ini
telah memberi makna yang sangat berarti bagi kisah kita, terlebih pada diriku.
waktu singkat yang kau berikan seakan telah membangunkanku dari tidur panjangku selama ini,
kenangan manis yang kau sodorkan telah membutakan kedua mataku, membuatku terus terlena
tanpa menyadari bahwa aku tidak lah lebih dari sebongkah karang di tengah dalamnya lautmu,
birunya airmu dan indahnya setiap ombakmu.
Jika saja waktu bisa kuputar kembali, takkan kubiarkan kehadiranku mengotori lautmu,
takkan kubiarkan warna kelamku mengaburkan biru warnamu, dan takkan pernah ku tega
menghadang setiap jalan yang dilalui ombakmu. Tapi itulah aku kasih,
sosok yang tidak pernah mengerti akan dirimu, aku hanyalah sosok egois yang tidak pernah mau
berterima kasih atas segala yang telah kau berikan. Aku selalu saja mengoyak ketenanganmu,
dan bahkan aku telah menimbulkan goresan luka di hatimu, walau aku sendiri tak menginginkan
semua itu.
kasih, jika saja kau tahu betapa diri ini merasa amat bersalah atas segala yang terjadi,
betapa diri merasa amat berdosa telah membuatmu harus merasa tersiksa, karena kau
begitu suci untuk semua ini, kau teramat baik untuk merasakan penderitaan ini, sementara aku..
aku tidaklah lebih dari seonggok sampah di pinggir jalan, yang selalu saja membuat orang-orang
sekelilingnya terpaksa menutup hidung dan berharap semoga mereka tak pernah lagi
bertemu dengan ku agar tak ada noda dalam kehidupan mereka.
Kadang kusendiri bertanya pada dunia...Mengapa aku harus lahir dengan segala kekurangan ini..?
mengapa aku harus hadir ditengah dunia yang begitu mulia ini..sementara aku begitu hina
dan tak pernah mampu untuk memberikan keindahan walau secuil..?
Tapi semuanya telah terjadi kasih, dan ribuan sesalpun takkan mungkin dapat menghapus
setiap kesalahan yang telah aku perbuat.
Kasih...Jika malam telah menampakkan diri, dan rembulan sudah mulai tersenyum padamu,
cobalah untuk mengingatku walau sejenak, tapi bukan untuk menyakitimu kasih, bukan sama sekali.
Aku hanya ingin kau mendengar titipan kataku lewat angin malam, aku hanya ingin kau tahu..
bahwa sampai saat ini aku selalu menyesali perbuatanku, dan tiada kata yang mampu
kuucap padamu selain " MAAFKAN AKU ". Mungkin saat ini kita tidak ditakdirkan untuk
bersatu dalam sebuah ikatan cinta, Tapi mudah-mudahan atas kehendak Tuhan anak cucu kita kelak yang akan
melanjutkannya,dan aku selalu berdoa semoga tak ada lagi orang seperti aku di dunia ini,
semoga tak ada lagi penebar luka seperti aku yang terlahir di dunia
ini, Amien.

Friday, February 15, 2002

akar rumput telah di cabut, dahan yang berjuntai mulai layu, oksigen sudah mulai susah untuk di hisap sari madunya, dan hidup yang nampak bukanlah keindahan lagi. tubuh yang bernafas tanpa semangat hidup, jiwa yang mengerang pada ketidakberdayaan, dan senyum yang mengambang pada kepedihan. langitpun kembali kelam, seiring hujan yang jatuh di tanah mataram. tiada lagi keceriahan nampak di tanah ini. duka di balut oleh keserakahan. cinta tertutup oleh keangkuhan, dan rindu coba di lupakan dengan kesombongan. yang tersisa adalah kepedihan, yang tertinggal hanya penyesalan, dan senyum kegetiran, seiring menguapnya butiran-butiran embun di daun-daun mawar kerinduan.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Top Web Hosting | manhattan lasik | websites for accountants