Hujan Tengah Malam*
dilihatnya lagi perempuan itu. masih tertidur pulas. seulas senyuman menghiasi bibir ranum itu yang entah sudah berapa ribu kali dicumbunya. ditatapnya lagi wajah itu dan malam pun melagukan kembali kisah-kisah lama.
(ah, mengapa kau selalu kembali kepadaku? tidakkah kau berbahagia dengannya?
sayangku, manisku mengapa kau masih sudi terbaring disini bersamaku?
tidakkah kau sadari betapa berbahayanya jika mereka melihat kita disini)
selalu saja ia merasa tenggelam ke dalam segalanya setelah peluh-peluh mereka menyatu. seperti waktu seolah-olah kembali berputar dan memainkan ingatan-ingatan di kepalanya. betapa ingin dibuatnya mereka menghilang tanpa bekas, menguap bersama gelora api nafas-nafas mereka.
mengapa tak ada yang berubah?
bukankah kita sepakat harus berubah?
kau masih disini dan
aku masih seperti ini
sadarkah kau delapan tahun berlalu sudah?)
tetapi sekerjap saja kembalilah ia dengan kenyataan di depannya. perempuan yang disampingnya, yang dicintanya, dicumbunya dan dilepaskannya. yang sekarang ia tak mengerti mengapa dan tak ingat karena apa. ia hanya tahu, perempuan itu masih ada disana.
(matamu masih sama, menatapku seperti itu
bahkan dalam terpejampun, aku masih bisa merasakannya
lekuk-lekukmu masih sama, sama seperti malam itu
malam itu
aku laki-laki
dan kau perempuan
tetapi setelah itu kita kehilangan bentuk
kadang-kadang kau menjadi laki-laki
dan terkadang aku menjadi perempuan)
rintik-rintik hujan di luar jendela kamarnya bertambah keras. atap itu seperti menampung riak- riak badai. bergemuruhlah hujan. hawa dingin merembes melalui dinding-dinding dan tersadarlah ia. ditariknya selimut dan dipeluknya perempuan itu, bergulung bersamanya.
(dua tahun yang lalu, di hari bahagiamu
langit terlihat mendung
hatiku mendung...
dikala hujan datang dan petir membelah langit
aku meraung...
betapa cemburu hatiku, sayang
melihatmu bersanding dengannya)
disentuhnya wajah perempuan itu, dibelainya pelan semua kehalusannya. dikecupnya kening itu. ingin ia jatuh terlelap, namun tiba-tiba setetes airmatanya jatuh terlinang. membasahi dan memburamkan pandangannya.
(maafkan aku sayang
aku tak kuasa menahannya
betapa waktu itu aku masih ingin terus berharap
untuk memilikimu
tetapi tidaklah semudah itu keadaannya
kita begitu berbeda
kau dan aku bisa bersatu
tetapi tidak kehidupan kita
keluarga kita
jika saja mereka mengerti itu
maka tak perlukah kita tersiksa seperti ini
begitu terlarangkah cinta kita?)
perempuan itu tiba-tiba membuka matanya. ditanyanya perempuan itu, mengapa terbangun? ada tetesan air jatuh di wajahku begitu jawabnya. hanya atap yang bocor, tidurlah lagi. kau menangis tanya perempuan itu...
bunyi deringan telepon memecah kesunyian. diraihnya telepon genggam yang tergeletak dekat meja. lalu berbaliklah ia kembali sambil menatap perempuannya. sejenak ia terdiam dan dijulurkannya kepada perempuan itu.
"suamimu..."katanya serak.
*cerpen ini diambil (tanpa izin..^_^) dari situs pribadi
astrid