Sunday, August 12, 2007

INDRAMAYU BERGOYANG : HEBOH 3GP VIDOE MESUM DAN JUGA GOYANGAN GEMPA YANG BIKIN PANIK

Entah kebetulan atau enggak, mencuatnya kasus video mesum sepasang pelajar (katanya yang sudah lihat :D ) smu kota mangga di iringi oleh gempa yang menggetarkan seluruh wilayah republik indonesia tercinta ini, entah kebetulan atau enggak juga, gempa ( yang katanya juga ) berkekuatan cukup gede itu terasa sampai manca negara, sama hebohnya dengan kasus video mesum tadi, tapi yang gak habis pikir juga, kenapa 2 kejadian itu sepertinya ada saling keterkaitan yaa, entah lah, belum bisa berkomentar banyak, saya sendiri masih pusing....

Tuesday, June 05, 2007

sampai jumpa sahabat
pada pertemuan kita yang selanjutnya
perjalanan ini tidak akan pernah berakhir
seperti juga persahabatan kita yang tak kenal akhir

kita berpisah bukan untuk selamanya
kita berpisah untuk sekedar membangkitkan rasa
secercah sinar kehangatan yang mungkin bisa kita tumbuhkan
atau sekedar rasa kangen yang bisa kita semaikan dengan suburnya

Alunan nada kerinduan begitu sahdu terdengar di telinga, seiring dengan semakin jauhnya aku berjalan menembus gelapnya malam. Tertatih ku coba melangkah menjauh dari keramaian yang membuatku terbuai pada impian yang tak juga kunjung hadir. Sayup-sayup masih ku dengar alunan nada itu, terkadang memaksaku untuk kembali menengok ke belakang, sehingga langkahku pun kembali tertahan untuk yang ke sekian kalinya, sembari menyeka keringat dari wajah dekil berbalut debu yang semakin menebal, menerawang mata ini, mengingat semua percakapan yang pernah kita lakukan, berbual dalam mimpi, sampai terciptanya puluhan puisi yang terkadang membuat kita lupa bahwa ini hanyalah sekedar mimpi-mimpi yang membuai hidup kita sendiri,

Adalah hidup yang membuat kita tau artinya luka

Sudah sekian lama ku tinggalkan keramaian dunia maya, menciptakan kerinduan tersendiri, memaksa aku untuk mengingat dan menerawang bahwa di seberang dunia sana, melewati kabel-kabel yang mentransmisikan sinyal-sinyal digital, dari seberang layar monitor nun jauh di sana, di seberang jauh dari balik layar monitor komputerku yang dahulu bisa menciptakan suatu perasaan tertentu dalam dimensi tersendiri di kala aku menemukan deretan kata-kata yang terbaca dari layar monitorku sendiri, juga deretan kata yang aku ketikan untuk membalas deretan kata yang barusan saja aku baca yang mungkin terketikkan dari balik layar montor di ujung kabel sebelah sana.
Keadaan sekarang sudah sangat jauh berbeda dari keadaan di mana kita dahulu pernah bersama dalam berbalas kata, bersenandung dalam kebahagiaan semu yang di ciptakan oleh waktu yang terus menggulung yang bahkan terkadang tidak peduli siapa dan dengan siapa kita berinteraksi, menyatu dalam kesombongan tertentu, berkalaborasi sehingga menciptakan alunan nada kecongkakan tersendiri, tapi semua itu kita nikmati, walau terkadang atau bahkan dengan teramat seringnya, simfoni itu teriringi dengan pedihnya hati, dan selalu berakhir dengan kata “entahlah”.
Dan dalam perjalanan pertapaanku kali ini, aku terkadang menemukan berbagai macam cerita yang mengalir dari para tetua, tentang cinta, juga tentang dendam yang tak ada kunjung habisnya. Dari beberapa buku yang aku temukan tercecer, tersobek dan tercabik pada luka yang tak ada habisnya, aku mulai mengerti bahwa apa yang selama ini aku anggap salahpun ternyata mulai menunjukkan kebenarannya, pencerahan pada apa yang semula di anggap kegelapan. Entah aku yang sudah mulai mengerti ataukah aku yang sangat-sangat terlambat untuk belajar mengerti, yang pasti sedikit demi sedikit, cahaya mentari sudah mulai menerobos masuk melalui celah-celah bilik tua yang aku pergunakan untuk menyandarkan tubuh kotor nan rapuh ini.
Dalam keadaan lelah masih sempat aku dengar lirik yang mengalun sayup-sayup

Pada suatu kali dalam perjalanan
Di suatu rumpun babbu kutemukan
Sebuah sarang dan di dalamnya
Seekor burung kecil yang manis

Burung kecilku yang manis
Senyum di wajahnya
Menyambut pengembara
Lagu di dendangkan
Aku pun berhenti

Kemudian beberapa saat
Anginpun datang
Burung kecilku bernyanyi
Aku semakin tenggelam
Burung kecilku yang manis
Maukah menyambut cintaku
Cinta pengembara yang gairah
Cinta pengembara yang gelisah

Dan ketika sekali lagi angin mendesah
Akupun teringat : pengembara tak boleh berhenti dijalan

Burung kecilku yang manis
Katakan cinta kepadaku
Cintamu air bening sahara
Cintamu penghapus duka

Lalu sesudah itu sambil berjanji
Suatu kali akan kembali, akupun melangkah
Wahai perjalanan masih jauh
Wahai perjalanan masih jauh
[*Di Rumpun Bambu Burung Kecil, Kuntowijoyo, Mantra Penakluk Ular]

Dan akupun terlelap pada kesepian malam...
Aku ingin mengatakan padamu yang sebenarnya, aku jatuh ....

seorang teman tiba-tiba bertanya kepadaku tentang cinta, padahal selama aku berteman dengannya dan selama itu pun seingatku, dia tidak pernah atau mungkin aku kurang begitu memperhatikan kalau dia pernah berbicara mengenai hal yang satu itu. dia bertanya apakah aku percaya akan cinta pada pandangan pertama, dan dia merasa dia sedang jatuh cinta. indah memang jikalau kita berbicara mengenai cinta. tidak pernah lekang di makan keadaan, apapun keadaan kita, tidak pernah mengenal tempat dan keadaan yang bagaimanapun. tapi jikalau aku sudah di tanya mengenai itu, aku sendiri entah mau menjawab apa. di satu sisi aku juga masih bertanya mengenai bentuk cinta itu sendiri, dan apakah aku sudah pernah memasuki salah satu dari sisi itu?, apa aku pernah jatuh cinta?, entahlah, terlalu banyak cinta yang ada di hati ini, aku paling mudah jatuh cinta, sampai-sampai ada beberapa teman yang meninggalkan aku dengan keadaan terseret arus karena mereka tidak mau aku membagi cintaku padanya dengan yang lain, sungguh membingungkan buat aku sendiri, aku selalu merasa bahwa mencintai itu suatu hal yang harus di sayangi, dan aku sayang semua orang, dan aku cinta semua orang, apakah pemikiranku keliru, aku sendiri pun tidak pernah tau.
hampir sebagian besar buku yang pernah aku baca semuanya tak pernah ada yang keliru untuk tidak pernah tidak menuliskan kata cinta di dalamnya, cinta adalah nafas kehidupan, dan jangan pernah merasa bersalah jikalau merasa jatuh cinta, itu adalah tunas-tunas kehidupan, menyeleksi bibit-bibit kehidupan adalah kewajiban. andaikata di dalam taman kota yang indah terdapat banyak rumput liar, alangkah sayangnya taman kota itu, tapi membunuh cinta yang tumbuh liar pasti akan membutuhkan pengorbanan yang tak pernah ringan, karena cinta itu bisa tumbuh kapan saja dan di mana saja, seperti kalakanji, walau di permukaan tampak mati mengering, jikalau tersiram air, percayalah tunas-tunas baru pasti akan bermunculan. kalakanji hampir tak pernah mati, kecuali dibakar dalam bara api, dan juga kehendak Sang Illahi pemilik kehidupan ini.

mencintaimu, seperti mencintai daun-daun kering, mengotori tanah, menurunkan pahatan imajinasi yang kurangkai di langit.

memilikimu, seperti memiliki daun-daun kering tak berwujud, cuaca telah memeras taksumu, tak tersentuh matahari pagiku.

menatapmu, seperti menatap daun-daun kering, segumpal nanah dan kekacauan menetas di matamu, tatuh ke tanah, menyuburkan akar pohonku.

mendekapmu, seperti mendekap daun-daun kering, rohnya batu, apinya retakkan tanah dan sungai.

permainan ini, kartu-kartu tanpa nafas.
*Patiwangi-oka rusmi (romantisme daun-daun kering-hal 136)*

Friday, May 18, 2007

Lorong waktu di suatu malam, ketika jiwa-jiwa tenggelam dalam peraduan.

“Aku merindukanmu,” bisik lirihmu di antara alunan lembut suara alam, sesaat setelah kekasih yang kau cintai beranjak pergi. Aku tersenyum. Serta merta cahaya remang menguak pekat malam.

Ratusan kilometer dari lorong waktu itu…

“Aku merindukanmu,” bisik lirihmu di antara desau ranting yang pepohonan, sesaat setelah kau lepaskan belenggu rindumu bersamanya. Aku kembali tersenyum. Bias cahaya menguak pekat, menerangi jalan setapak yang mulai retak.

Lorong waktu ketika jiwa-jiwa tengah terlelap. Aku masih berpijar dan terus berpijar, menari-nari lincah dalam hembusan angin malam, menerbarkan bias-bias cahaya, menyeruak diantara kegelapan yang hitam, menjadi pelita untukmu. Terus dan terus berpijar walau raga kian rapuh… terkikis cahaya yang kau rindu. Terus dan terus berpijar sampai saat itu tiba. Ragaku melebur, tetes-tetes bening menjadi telaga. Cahaya terakhir perlahan meredup lalu mati… dan terlupakan.

Siapa yang kan merindukan ketiadaanku?

(Dunia Maya 17 Mei 2007 @Uyet)

Friday, May 04, 2007

horee saya ganti skin jeh

Thursday, April 12, 2007

akhirnya posting lagiu setelah sekian lama terbenam pada hiruk pikuk kehidupan nyata yang tak kalah serunya, tapi apalah daya pada akhirnya kembali terdampar disini, belantara maya yang tak pernah ada ujung pangkalnya.....

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Top Web Hosting | manhattan lasik | websites for accountants