seorang teman tiba-tiba bertanya kepadaku tentang cinta, padahal selama aku berteman dengannya dan selama itu pun seingatku, dia tidak pernah atau mungkin aku kurang begitu memperhatikan kalau dia pernah berbicara mengenai hal yang satu itu. dia bertanya apakah aku percaya akan cinta pada pandangan pertama, dan dia merasa dia sedang jatuh cinta. indah memang jikalau kita berbicara mengenai cinta. tidak pernah lekang di makan keadaan, apapun keadaan kita, tidak pernah mengenal tempat dan keadaan yang bagaimanapun. tapi jikalau aku sudah di tanya mengenai itu, aku sendiri entah mau menjawab apa. di satu sisi aku juga masih bertanya mengenai bentuk cinta itu sendiri, dan apakah aku sudah pernah memasuki salah satu dari sisi itu?, apa aku pernah jatuh cinta?, entahlah, terlalu banyak cinta yang ada di hati ini, aku paling mudah jatuh cinta, sampai-sampai ada beberapa teman yang meninggalkan aku dengan keadaan terseret arus karena mereka tidak mau aku membagi cintaku padanya dengan yang lain, sungguh membingungkan buat aku sendiri, aku selalu merasa bahwa mencintai itu suatu hal yang harus di sayangi, dan aku sayang semua orang, dan aku cinta semua orang, apakah pemikiranku keliru, aku sendiri pun tidak pernah tau.
hampir sebagian besar buku yang pernah aku baca semuanya tak pernah ada yang keliru untuk tidak pernah tidak menuliskan kata cinta di dalamnya, cinta adalah nafas kehidupan, dan jangan pernah merasa bersalah jikalau merasa jatuh cinta, itu adalah tunas-tunas kehidupan, menyeleksi bibit-bibit kehidupan adalah kewajiban. andaikata di dalam taman kota yang indah terdapat banyak rumput liar, alangkah sayangnya taman kota itu, tapi membunuh cinta yang tumbuh liar pasti akan membutuhkan pengorbanan yang tak pernah ringan, karena cinta itu bisa tumbuh kapan saja dan di mana saja, seperti kalakanji, walau di permukaan tampak mati mengering, jikalau tersiram air, percayalah tunas-tunas baru pasti akan bermunculan. kalakanji hampir tak pernah mati, kecuali dibakar dalam bara api, dan juga kehendak Sang Illahi pemilik kehidupan ini.
mencintaimu, seperti mencintai daun-daun kering, mengotori tanah, menurunkan pahatan imajinasi yang kurangkai di langit.
memilikimu, seperti memiliki daun-daun kering tak berwujud, cuaca telah memeras taksumu, tak tersentuh matahari pagiku.
menatapmu, seperti menatap daun-daun kering, segumpal nanah dan kekacauan menetas di matamu, tatuh ke tanah, menyuburkan akar pohonku.
mendekapmu, seperti mendekap daun-daun kering, rohnya batu, apinya retakkan tanah dan sungai.
permainan ini, kartu-kartu tanpa nafas.
*Patiwangi-oka rusmi (romantisme daun-daun kering-hal 136)*