Friday, May 23, 2003

Alunan nada kerinduan begitu sahdu terdengar di telinga, seiring dengan semakin jauhnya aku berjalan menembus gelapnya malam. Tertatih ku coba melangkah menjauh dari keramaian yang membuatku terbuai pada impian yang tak juga kunjung hadir. Sayup-sayup masih ku dengar alunan nada itu, terkadang memaksaku untuk kembali menengok ke belakang, sehingga langkahku pun kembali tertahan untuk yang ke sekian kalinya, sembari menyeka keringat dari wajah dekil berbalut debu yang semakin menebal, menerawang mata ini, mengingat semua percakapan yang pernah kita lakukan, berbual dalam mimpi, sampai terciptanya puluhan puisi yang terkadang membuat kita lupa bahwa ini hanyalah sekedar mimpi-mimpi yang membuai hidup kita sendiri,

Adalah hidup yang membuat kita tau artinya luka

Sudah sekian lama ku tinggalkan keramaian dunia maya, menciptakan kerinduan tersendiri, memaksa aku untuk mengingat dan menerawang bahwa di seberang dunia sana, melewati kabel-kabel yang mentransmisikan sinyal-sinyal digital, dari seberang layar monitor nun jauh di sana, di seberang jauh dari balik layar monitor komputerku yang dahulu bisa menciptakan suatu perasaan tertentu dalam dimensi tersendiri di kala aku menemukan deretan kata-kata yang terbaca dari layar monitorku sendiri, juga deretan kata yang aku ketikan untuk membalas deretan kata yang barusan saja aku baca yang mungkin terketikkan dari balik layar montor di ujung kabel sebelah sana.
Keadaan sekarang sudah sangat jauh berbeda dari keadaan di mana kita dahulu pernah bersama dalam berbalas kata, bersenandung dalam kebahagiaan semu yang di ciptakan oleh waktu yang terus menggulung yang bahkan terkadang tidak peduli siapa dan dengan siapa kita berinteraksi, menyatu dalam kesombongan tertentu, berkalaborasi sehingga menciptakan alunan nada kecongkakan tersendiri, tapi semua itu kita nikmati, walau terkadang atau bahkan dengan teramat seringnya, simfoni itu teriringi dengan pedihnya hati, dan selalu berakhir dengan kata “entahlah”.
Dan dalam perjalanan pertapaanku kali ini, aku terkadang menemukan berbagai macam cerita yang mengalir dari para tetua, tentang cinta, juga tentang dendam yang tak ada kunjung habisnya. Dari beberapa buku yang aku temukan tercecer, tersobek dan tercabik pada luka yang tak ada habisnya, aku mulai mengerti bahwa apa yang selama ini aku anggap salahpun ternyata mulai menunjukkan kebenarannya, pencerahan pada apa yang semula di anggap kegelapan. Entah aku yang sudah mulai mengerti ataukah aku yang sangat-sangat terlambat untuk belajar mengerti, yang pasti sedikit demi sedikit, cahaya mentari sudah mulai menerobos masuk melalui celah-celah bilik tua yang aku pergunakan untuk menyandarkan tubuh kotor nan rapuh ini.
Dalam keadaan lelah masih sempat aku dengar lirik yang mengalun sayup-sayup

Pada suatu kali dalam perjalanan
Di suatu rumpun babbu kutemukan
Sebuah sarang dan di dalamnya
Seekor burung kecil yang manis

Burung kecilku yang manis
Senyum di wajahnya
Menyambut pengembara
Lagu di dendangkan
Aku pun berhenti

Kemudian beberapa saat
Anginpun datang
Burung kecilku bernyanyi
Aku semakin tenggelam
Burung kecilku yang manis
Maukah menyambut cintaku
Cinta pengembara yang gairah
Cinta pengembara yang gelisah

Dan ketika sekali lagi angin mendesah
Akupun teringat : pengembara tak boleh berhenti dijalan

Burung kecilku yang manis
Katakan cinta kepadaku
Cintamu air bening sahara
Cintamu penghapus duka

Lalu sesudah itu sambil berjanji
Suatu kali akan kembali, akupun melangkah
Wahai perjalanan masih jauh
Wahai perjalanan masih jauh
[*Di Rumpun Bambu Burung Kecil, Kuntowijoyo, Mantra Penakluk Ular]

Dan akupun terlelap pada kesepian malam...
Aku ingin mengatakan padamu yang sebenarnya, aku jatuh ....

Tuesday, May 20, 2003

Malam ini

Ternyata malam tak selalu kelam
bahkan terkadang lebih terang dari siang

Bukan, bukan itu yang ku maksud kawan
Bukan karena lampu neon
ataupun gerak lincah penjaja kesenangan

Bukan,
Bukan karena purnama tengah malam
ataupun cerahnya langit bertabur bintang
Bukan...

Malam ternyata lebih menyenangkan dari siang
Malam ternyata gemerlap tanpa gelap
dan tiada pekat
dengan satu syarat
Engkau erat dalam dekap...

R.S.N dalam kesepian

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Top Web Hosting | manhattan lasik | websites for accountants