Friday, May 18, 2007

Lorong waktu di suatu malam, ketika jiwa-jiwa tenggelam dalam peraduan.

“Aku merindukanmu,” bisik lirihmu di antara alunan lembut suara alam, sesaat setelah kekasih yang kau cintai beranjak pergi. Aku tersenyum. Serta merta cahaya remang menguak pekat malam.

Ratusan kilometer dari lorong waktu itu…

“Aku merindukanmu,” bisik lirihmu di antara desau ranting yang pepohonan, sesaat setelah kau lepaskan belenggu rindumu bersamanya. Aku kembali tersenyum. Bias cahaya menguak pekat, menerangi jalan setapak yang mulai retak.

Lorong waktu ketika jiwa-jiwa tengah terlelap. Aku masih berpijar dan terus berpijar, menari-nari lincah dalam hembusan angin malam, menerbarkan bias-bias cahaya, menyeruak diantara kegelapan yang hitam, menjadi pelita untukmu. Terus dan terus berpijar walau raga kian rapuh… terkikis cahaya yang kau rindu. Terus dan terus berpijar sampai saat itu tiba. Ragaku melebur, tetes-tetes bening menjadi telaga. Cahaya terakhir perlahan meredup lalu mati… dan terlupakan.

Siapa yang kan merindukan ketiadaanku?

(Dunia Maya 17 Mei 2007 @Uyet)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Top Web Hosting | manhattan lasik | websites for accountants